What is Guano Fertilizer ?

Penerapan V-Legal Pada Industri Furnitur Kayu Di Jepara Sebagai Upaya Meningkatkan Nilai Jual Produk

 

Photo by Hudson Hintze on Unsplash


Penerapan V-Legal Pada Industri Furnitur Kayu Di Jepara Sebagai  Upaya Meningkatkan Nilai Jual Produk 

    V-Legal merupakan bagian dari ekolabel yang ditujukan untuk  menyampaikan pada konsumen akhir bahwa produk furnitur tersebut  menggunakan bahan baku yang sah dan dalam proses pengambilan bahan baku  sampai pada proses akhir tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.  Kepercayaan konsumen luar negeri dapat meningkat pada produk furnitur kayu  Indonesia yang menyertakan dokumen V-Legal (Verified Legal). V-Legal  (Verified Legal) merupakan dokumen yang menyatakan bahwa produk kayu  tersebut telah memenuhi standar verifikasi legalitas kayu sesuai dengan ketentuan  Pemerintah RI.  

    Pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan menggunakan teknik  deskriptif kualitatif melalui wawancara dan observasi terhadap 11 pelaku usaha  furnitur di Jepara. Perusahaan itu sebagai berikut : CV.Mandiri Abadi,  PT.Trikonvile, UD. Berkah Jati, CV. Tropicalia, PT. Fine Art, UD. Al-Barokah, UD.Kusmin Antique, PT. FRJ Global, PT. Felco, PT.Indofurni dan lembaga  akreditasi V-Legal PT. TUV Rheinland Indonesia. Tujuan penelitian ini yaitu  untuk menggambarkan berbagai manfaat dan kendala yang timbul dari penerapan  V-Legal. 

    Setelah dilakukan observasi dan wawancara kepada 11 pelaku usaha  didapatkan bahwa terdapat satu pengusaha mengatakan ada indikasi kenaikan  permintaan produk furnitur dari Indonesia khususnya untuk pasar Eropa yang  mungkin disebabkan oleh naiknya pamor produk furnitur Indonesia karena  mempunyai sumber bahan baku yang jelas dan dapat dibuktikan melalui  penerapan V-Legal. Direktur UD. Berkah Jati menyatakan alasan mengapa  menerapkan SLVK yaitu untuk membuktikan kepada dunia bahwa produk  furnitur Indonesia menggunakan bahan baku yang sah, melalui VPA (Voluntary  Partnership Aggreement) Indonesia sudah menandatangani kerjasama dengan Uni  Eropa mengenai penerapan legalitas kayu dalam setiap pengiriman produk  furnitur dan menurutnya bahwa produk furnitur kayu Indonesia sedang naik daun  di pasar Eropa. Karena dokumen V-Legal wajib disertakan dalam setiap kegiatan  ekspor furnitur kayu dan hanya bisa digunakan satu kali sebagai syarat  pengurusan kepabean Namun karena berbagai hal dan permintaan beberapa pihak, kebijakan pemberlakuan VLK akhirnya diundur 1 tahun karena masih banyak  perusahaan yang belum bisa mengurus VLK baik itu yang terkendala masalah  financial maupun karena ijin VLK nya belum keluar. Hal ini yang menunjukkan  bahwa masih adanya perusahaan yang belum memahami secara detail mengenai  pembuatan V-Legal baik perizinannya dan finansial atau biayanya. 

    Pemerintah pusat maupun daerah telah memberikan bantuan untuk  mendorong kegiatan ekspor furnitur. Di samping penerapan V-Legal untuk  meningkatkan nilai jual produk, Pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan  memberikan insentif pengurangan pajak dan penundaan pembayaran pajak bagi 5  industri padat karya yang salah satunya adalah industri furnitur. Pemerintah  Daerah II Jepara selama ini sudah melakukan sosialisasi terkait dengan penerapan  V-Legal. Pemkab Jepara melalui Keputusan Bupati Jepara Nomor 522.421/12  Tahun 2014 tentang Penetapan Dokumen Sementara Sebagai Pengganti Faktur  Angkutan Kayu Bulat (FAKB) dan Faktur Angkutan Kayu Olahan (FAKO),  karena terbatasnya jumah petugas penerbit dokumen tersebut yang bersertifikat  serta untuk menjaga kelancaran pengangkutan kayu sebagai bahan baku mebel di  Kabupaten Jepara. Pemeritah kabupaten Jepara juga menfasilitasi dengan  memberikan ruang khusus pada ASMINDO Kopda Jepara melalui Consulting  Indonesian Legal Wood yang terletak pada gedung Jepara World Craft Centre di  desa Rengging, Kecamatan Pecangaan dan juga DPD AMKRI (Asosiasi Mebel  Kerajinan dan Rotan Indonesia) yang memberikan sosialisasi melalui berbagai  seminar dan jaringan e-mail. 

    Dalam pengurusan ekolabel terdapat 2 pos tarif yang ditetapkan : industri  besar dan kecil. Keterangan yang di dapat dari staf PT. Trikonvile bahwa biaya  untuk mengurus SVLK adalah sebesar 60 Juta rupiah. Jika pada audit pertama  gagal (tidak lulus) maka harus mengeluarkan biaya lagi sebesar 10 Juta rupiah  untuk diaudit lagi.Biaya tersebut belum mencakup biaya yang harus dikeluarkan  untuk mengurus izin UKLUPL yang meliputi biaya uji laboratorium pada limbah dan kondisi air yang ada di dalam dan sekitar perusahaan. Namun untuk industri  kecil seperti UD.Berkah Jati dan CV. Tropicalia yang mempunyai modal dibawah  200 juta rupiah, biaya yang dikeluarkan untuk pengurusan VLK adalah sebesar 25  juta rupiah. Perbedaan tarif yang ditetapkan menyesuaikan dengan besar-kecilnya  perusahaan yang diaudit dan juga prinsip akreditasi yang dipakai.  

    Terdapat beberapa manfaat yang akan diperoleh para pengusaha ketika sudah memilki sertifikat VLK; (1) terbebas dari mekanisme inspeksi yang  membutuhkan biaya yang tinggi, (2) efisiensi waktu dan biaya untuk penerbitan  dokumen V-Legal, (3) Meningkatkan kepercayaan buyer terhadap produk yang  diekspor, (4) Pemenuhan terhadap peraturan pemerintah, (5) Produk akan  mendapatkan logo ekolabel V-Legal (Indonesian Legal Wood) untuk  meningkatkan nilai jual produk. Maka secara keseluruhan sebagian pengusaha  furniture di Jepara telah memahami pentingnya V-Legal untuk meningkatkan nilai  jual kayunya dan dapat meningkatnya minat pasar ekspor. Namun masih ada sebagian pengusaha furnitur yang belum memahami secara betul tujuan, manfaat  dan alasan diberlakukannya V-Legal sehingga perlu diadakannya sosialisasi  tentang V-Legal baik secara langsung, melalui media cetak dan elektronik. 


Sumber:
Salam AS, Purwanto, Suherman. 2014. Penerapan V-Legal Pada Industri Furnitur Kayu Di Jepara Sebagai Upaya Meningkatkan Nilai Jual Produk. Jurnal Ilmu Lingkungan. Volume 12 Issue 1: 32- 41 (2014) ISSN 1829-8907

Komentar